Gwa lupa sih tanggal berapa kontingen Jakarta Pusat putra berkegiatan di Jungleland. Tapi seinget gwa berangkat ke Jungleland itu pagi, sekitar jam 6 pagi dan kalau telat ditinggal oleh rombongan yang lain. Dan dipagi-pagi itulah terjadi sedikit drama dan olahraga ringan. Entah gimana ceritanya, ketika itu kontingen Jakarta Pusat putra bingung di mana untuk menunggu bus hingga akhirnya diputuskan untuk tunggu di depan taman lalu lintas, setelah menungggu beberapa menit, bus tidak kunjung datang sampai akhirnya kedua pimpinan regu diminta oleh pinkoncab untuk mencari tahu informasi mengenai bus. Ternyata untuk titik keberangkat bus ada di dekat lapangan utama dan kedua pinru itu pun membawa kabar yang cukup mengejutkan “Bus udah mau berangkat” katanya, kami pun berlari-lari kecil menuju bus. Dan benar saja, ketika kami duduk, bus langsung jalan beriringan.
Kami
yang satu bus dengan kontingen Jambi dan Jogja, mungkin jadi bus paling heboh.
Bukan tanpa alasan, kontingen Jakarta Pusat yang tidak bisa diam pun membuat
yel-yel 3J “Jakarta, Jambi, Jogja” dan sepanjang perjalanan kami terus
menyoraki yel-yel tersebut.
Ketika
sampai Jungleland kami bingung untuk main apa karena tiap wahana memiliki
antrean yang panjang kecuali kereta kecil untuk mengelilingi Jungleland. Selain
karena wahana tersebut sepi peminat, kami memilih wahana tersebut juga untuk
melihat-lihat situasi yang ada sembari memilih wahana lain yang akan kami naiki
atau pun kunjungi.
Sebenarnya
ada kesalahpahaman karena sekira kami Jungleland sama seperti Jungle Waterpark,
kami pun telah membawa pakaian dan perlekapan untuk berenang atau sekedar
bermain air. Namun, ternyata di Jungleland tidak terdapat wahana seperti kolam
renang/ kolam arus/ kolam ombak.
Maka
wahana yang selanjutnya kami kunjungi adalah rumah hantu. Mengapa kami memilih
untuk masuk wahana rumah hantu karena salah satu wahana yang menurut kami cukup
sepi adalah rumah hantu, walaupun sesepi-sepinya tetaplah ramai. Namun, ketika
antrean yang cukup panjang dan lama itu terabaikan dengan candaan kontingen
Jakarta Pusat. Jadi, ketika itu kami sebaris dengan kontingen Jambi putri,
tanpa berpikir panjang salah satu dari kami pun langsung menarik perhatian “Hai
kakak”, “Iya Kak” kata salah satu dari kontingen Jambi putri itu, “I Love You”
jawab kami bersama-sama, karena itulah suasana pun jadi cair untuk kami dan awkward untuk mereka. Sampai-sampai
ketika kami memanggil, mereka tak memperdulikan lagi.
Ketika
mulai masuk dalam wahana situasi masih biasa-biasa saja, sampai akhirnya kami
dibuat penasaran dengan teriakan dari balik bilik yang ada. Ternyata untuk
menyusuri wahana rumah hantu tersebut menggunakan semacam kereta, seperti
kereta roller coaster, dengan
kapasitas kurang lebih 4-6 orang. Gwa, Satria, Erih, Difar (kalo gak salah)
terpisah kereta dengan yang lain dan satu kereta dengan dua pengunjung putri
(bukan peserta Jamnas). Tidak lama, kereta yang kami naiki berhenti, awalnya
kami kira itu sudah diatur (untuk berhenti sebentar) tapi setelah beberapa lama
dan pengunjung putri yang satu kereta dengan kami sudah mulai ketakutkan dengan
efek suara dan boneka-boneka seram yang ada di sekeliling, gwa dan Erih (kalo
gak salah) diminta turun untuk mendorong kereta itu dan setelah kereta sudah
bisa jalan, gwa dan Erih kembali pun naik dan menyusuri ruang demi ruang hingga
kereta kembali berhenti di tengah perjalanan dengan cahaya yang redup. Kali ini
gwa, Erih dan Difar turun untuk mendorong kereta hingga sampai akhir wahana.
Ketika selesai, petugas wahana rumah hantu justru menegur kami karena turun dan
mendorong kereta tersebut. Dan dengan kompak kami menjelaskan jika kereta
tersebut berhenti di tengah wahana.
Setelahnya,
semua peserta makan siang terlebih dulu sebelum melanjutkan kegiatan. Gwa yang
makan cukup banyak dan menu yang cukup pedas pun izin buang air besar. Mengapa
gwa cerita tentang hal itu? Karena menurut gwa, itu salah satu pengalaman
menarik. Bayangkan saja, ketika pengunjung lain asik bermain wahana gwa justru
sedikit membuang waktu untuk buang air besar. Wgwgwg. Gak lucu sih.
Setelah
merasa lega dan kenyang, gwa dan rekan-rekan berkeliling hingga memutuskan
untuk bermain sebuah wahana kembali. Gwa lupa dan gak tau juga sih nama wahana
nya apa, intinya di wahana itu kita berada di atas kapal (bajak laut) kecil,
dan berusaha untuk menyemprotkan air ke kapal lainnya. Ya sekadar itu aja sih.
Kemudian,
kami kembali mengantre panjang untuk bermain (seperti) roller coaster atau apa ya, bingung juga gwa deskripsiinnya, gatau
namanya juga. Pokoknya beberapa orang naik ke semacam perahu berbentuk
lingkaran dan diangkat naik, lalu berseluncur ke bawah. Kalo gak paham, lu
bayangin aja naik tangga buat main seluncur ban di waterpark gitu, tapi pakai (semacam) perahu gitu.
Nah,
pas pulang kontingen Jambi gak satu bus lagi. Sebagai gantinya, kami satu bus
dengan Jepara (kalo gak salah inget). Maka dari itu yel-yel 3J pun diganti
menjadi “Jakarta, Jateng, Jogja”.
Sampai
bumi perkemahan, kami dikumpulkan di tenda putri. Katanya salah satu panitia
yang juga dari Jakarta Pusat marah karena cucian yang dijemur di sembarang
tempat seperti di atas tenda hingga dekat gapura yang artinya pintu masuk ke
kavling dan dilihat banyak orang serta kavling yang kotor dan ‘jorok’.
Sebenarnya ia orang nya baik, ketika kami latihan di kwarcab dan kwarda, ia
selalu memberitahu informasi, baik itu mengenai perlengkapan atauapun persiapan
lainnya. Selain itu beliau juga orang yang tegas, namun ketegasan beliau
diartikan sebagai ‘galak’ untuk kami yang ketika itu baru mengenalnya. Maka
dari itu, ketika kavling kotor ia pun marah, karena merasa “kita tuan rumah,
berilah contoh yang baik kepada yang lainnya”. Dan setelah diberitahu dan diberi
penjelasan oleh kakak pendamping kotingen cabang, kami pun langsung membereskan
pakaian yang dijemur dan memperbaiki kesalahan tesebut agar lebih rapi.
No comments
Post a Comment