Thursday, December 20, 2018

Tidur Bareng Atlet


            Kami mulai memasuki kampung atlet atau yang juga disebut Athlete Para Village sejak tanggal 1 Oktober. Sebelumnya kami dibagi dalam beberapa kelompok terlebih dahulu. Gwa gabung di kelompok 12 dimana nanti akan bertugas di Sirkuit Sentul pada cabang Para Cycling Road Race. Dan dibuat satu kelompok lagi yang terdiri dari tiga orang, dimana kelompok tersebut merupakan kelompok kamar. Setiap penghuni kami harus berbeda provinsi. Gwa satu kamar dengan Arya (Tanggerang 2018) dan Afif (Bekasi 2018), beruntung sih karena se-kamar dan satu angkatan.

Nah, karena tinggal di kampung atlet.. gwa pikir makannya tuh di dinning hall makan bareng para atlet, ternyata tidak. Dinning hall dikhususkan untuk para atlet dan ofisial saja. Kami mendapat nasi kotak dengan berbagai buah yang berganti-ganti. Tapi lauknya tidak, hampi selama seminggu gwa makan nasi padang dengan lauk yang kaya dengan minyak dan santan. Tapi setelah beberapa hari akhirnya lauk makanan berganti. Kami juga mendapatkan kudapan pagi, siang dan malam kalau tidak salah. Hehehehe….

Maka dari itu gwa kerap lari pagi ataupun olah raga sebelum mencuci baju dan mandi. Untuk tinggal selama dua minggu, gwa hanya membawa pakaian cukup sedikit. Hanya baju angkatan, 3 celana training, 2 kaos hitam untuk tidur, 3 kaos putih, batik, kaos kaki 3 pasang, pakaian dalam selama 10 hari, sepatu biasa dan tentu saja pantofel yang membuat tas gwa berat. Karna gwa berpikir untuk mencuci baju selama di kampung atlet. Walaupun ada laundry gratis tapi gwa hanya beberapa kali saja memanfaatkannya karena dengan pakaian yang sedikit namun kegiatan yang meraton mau gak mau gwa harus selalu siap sedia pakaian, bila di laundry sistemnya 24 jam baru bisa diambil. Sehingga cukup riskan untuk gwa. 

            Dan dihari-hari pertama gwa mencuci baju dengan sampo karena gwa lupa beli sabun cuci baju. Mulai dari kaos kaki hingga pakaian dalam gwa cuci menggunakan sampo.

            Jadi gini, setelah kegiatan disiang hari, malamnya gwa ganti dengan pakaian tidur (kaos hitam dan celana training) lalu pakaian yang siang hari gwa jemur didepan fan AC yang mengeluarkan udara panas agar esok harinya bisa dipakai kembali. Paginya sekitar jam 4, gwa sebelum mandi pagi membiasakan mencuci baju tidur dan pakaian kotor, termasuk pakaian kegiatan hari sebelumnnya bila dihari itu gwa gak memakainnya.

            Gitu aja sih rutinitas gwa diawal-awal menempati kampung atlet.

            Makin mendekati pembukaan, makin banyak pula kontingen yang mulai menempati kampung atlet. Dan ketika itulah gwa merasa bangga bisa melihat para atlet yang akan berjuang membela negaranya di pentas Asia. Tiap pagi bila gwa olah raga dan ketemu para atlet dan ofisal yang juga olah raga tak cangung untuk gwa sekedar menyapa mereka “Morning…” ataupun sebaliknya, gwa yang disapa oleh mereka.

            Selain itu fasilitas yang disediakan di dalam kampung atlet juga beragam. Mulai dari minimarket yang paling dicari dan ditunggu-tunggu oleh gwa untuk membeli pulsa, bangku pinjat dan relaksasi, kami juga mendapat perlengkapan mandi, juga konser musik tiap malamnya dan juga wifi yang  begitu penting untuk gwa, Afif dan Arya nonton film.

            Tetapi ketika malam hari, gwa jarang banget keluar kamar untuk nonton konser atau sekedar jalan-jalan.  Karena penyakit habis makan biasanya kambuh, yaitu ngantuk. Jadi setelah makan gwa, arya dan afif langsung balik ke kamar. Arya main game, Afif nonton film, dan gwa keseringan langsung tidur. Hehehehe….
           
Tunggu cerita selanjutnya….

Sunday, December 16, 2018

Asian Para Games 2018


            Asian Para Games, merupakan acara olah raga multi-cabang se-Asia untuk para penyandang disabilitas. Yang dimana tahun ini Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah, setelah China dan Korea Selatan. Bersyukur banget gwa bisa ikut serta menyukseskan kegiatan tersebut bersama rekan-rekan dan kakak-kakak Purna Paskibraka Indonesia sebagai tim upacara penghormatan pemenang.

            Oke.. mungkin untuk artikel kali ini akan gwa pecah jadi beberapa tulisan karena akan ada banyak pengalaman yang akan gwa tulis dan gwa sebar ke temen-temen.

            Sebenernya sih gwa mau-nya tuh ikut yang Asian Games nya tapi apa daya bila hal tersebut tidak memungkinkan karena jadwalnya yang berdekatan dengan hari pengibaran.

            Oh iya, sebenarnya gwa hampir aja gak ikut karena telat banget buat daftar. Jadi gini, di bulan Septermber gwa ikut LDKS disekolah dan gak tau kalo besoknya ada seleksi untuk tim UPP Asian Para Games. Singkat cerita keesokan harinya gwa langsung mencoba hubungi temen-temen gwa “apa gwa masih bisa ikut?” karena waktu yang sudah mulai sore. Ketika ada jawaban “coba aja dateng, soalnya masih rame”, wow itu sebuah jawaban yang membuat gwa langsung lari dari sekolah menuju rumah dan langsung ganti baju lalu berbegas ke GBK Arena. Akhirnya kami pun bisa ikut seleksi.

            Sebenernya bukan seleksi sih, karena gwa gak di tes apapun.. hanya kelengkapan berkas yang dikirim via email, juga urutan tinggi dan “paras wajah”. Eh gatau juga deh.. heheheh…

            Dan sebenernya di bulan oktober tuh gwa ada acara, tante gwa nikah. Hal ini juga membuat gwa bimbang, karena tiket kereta sudah dipesan namun disisi yang lain gwa gak mau melewatkan kesempatan yang jarang terjadi dan baru pertama kali di Indonesia. Tapi gwa tetap melanjutkan penyaringan tim UPP APG 2018 J
            Oke mungkin bagian pertama dari pengalaman gwa untuk Asian Par
a Games 2018 cukup sampai sini dulu, nanti ada artikel selanjutnya mengenai pengalaman tidur di kampung atlet.

Tunggu cerita selanjutnya….

Satu Jiwa


           2018 mungkin tahun yang istimewa untuk The Jakmania , terutama JM atau pendiri The Jakmania yang bahagia karena setelah 17 tahun menanti akhirnya pesta juara kembali terulang di tahun ini. Mungkin ini kado spesial menuju umur ke 21 tahun The Jakmania, tentunya harapan tak hanya sampai saat ini saja, masih ada harapan lain yang diinginkan oleh The Jakmania.

            Sebelum gwa membahas lebih jauh, apa salahnya bila kita flashback terlebih dulu ke tahun 2001 dimana kala itu Persija menjadi juara liga setelah mengalahkan PSM Makassar. Persija kala itu di perkuat oleh Bepe yang menyumbang 2 gol, satu gol lagi dibuat oleh Imran Nahumarury. sang kiper legenda, Mbeng Jean, yang harus kemasukan dua gol. Serta para pemain lainnya seperti Luciano Leandro, Antonio “Toyo” Claudio, Anang Ma’ruf, Widodo C Putro serta Sofyan Hadi yang mengantarkan Persija menjadi juara pada 2001 sebagai pelatih kepala.

            Setelah berhasil mengangkat piala, pesta juara dilanjutkan dengan konvoi bersama ribuan The Jakmania. Mungkin salah satu yang dikenang sampai saat ini adalah “nyebur di HI”.

            Hal serupa terulang di tahun 2018, Persija kembali meraih gelar juara liga yang juga bersaing ketat dengan PSM Makassar. Bermain di GBK tentu sudah menjadi kekuatan besar bagi Ismed dkk ditambah dukungan The Jakmania yang begitu semangat untuk mengulang kejayaan pada 2001. Dan yang perlu di garis bawahi, hanyalah Bepe, satu-satunya pemain yang juga merasakan sensasi juara pada 2001. Di tahun yang sama, Persija juga sudah meraih dua gelar juara lainnya. Piala Presiden dan boost sportsfix super cup 2018 di Malaysia.

            Setelah ini, para punggawa kembali fokus untuk Piala Indonesia, playoff liga champions Asia dan tentunya liga musim depan.

            Selayaknya tim juara dan seperti yang dilakukan pada 2001. Pawai juara juga dilakukan, pada 15 Desember 2018 dengan rute yang berawal dari pintu satu Gelora Bung Karno, lanjut ke Jl. Jend. Soedirman, Jl. M.H. Thamrin, melewati HI dan berakhir di gedung Balaikota dengan disambut Gubernur DKI Jakarta (Bpk. Anies Baswedan).
            Gwa juga ikut dalam pawai gelar juara, tapi tidak sampai Balaikota. Karena ada suatu hal yang akhirnya gwa pulang. Tapi untungnya gwa sempet ngeliat iring-iringan bis pemain dengan membawa trofi piala liga 1 2018. Ketika iring-iringan tersebut melintas gwa langsung lepas baju ‘The Founders Of The Jakmania’ punya ayah gwa yang kebetula lagi ke luar kota. Lalu gwa nyanyi lagu “satu jiwa” dan secara tidak sadar air mata membasahi muka dan kaki gwa sontak gemeteran. Saat itu yang nyanyi “satu jiwa” hanyalah gwa. Ini memang rencana gwa, karena gwa perhatikan lagu “satu jiwa” udah jarang dinyanyiin dan gwa gamau lagu itu terlupakan begitu aja karena bagi gwa lagu tersebut memiliki arti yang mendalam.

Makanya gwa menyanyikan lagu tersebut ketika iring-iringan pawai dengan mengangkat baju ‘The Founders Of The Jakmania’. Yang gwa artikan, tolong jangan lupakan para pendiri The Jakmania yang telah membangun organisasi ini hingga sebesar sekarang dan lagu “satu jiwa” yang menyatukan rasa cinta kita bersama sebagai The Jakmania.

Sajete!

Monday, November 19, 2018

Manusia TidakSendiri

Indonesia…? Mungkin selain Soekarno dan Bali, orang luar juga mengenal Indonesia sebagai laboratorium alam terbesar di dunia. Karena memiliki kekayaan flora dan fauna yang begitu beragam. Terpisah menjadi tiga wilayah (Barat, wallacea dan juga timur), hutan hujan tropis khas Indonesia menjadi tempat tinggalnya, dengan luas jutaan hektar yang terpisah dibeberbagai pulau. 

            Tapi gwa cukup miris dan sedih karena banyak hutan Indonesia yang beralih fungsi menjadi lahan perkebunan. Terutama diwilayah Kalimantan dan juga Sumatera yang kerap kali masuk radar pemberitaan media. 

            Tujuan dibalik itu semua mungkin cukup bermanfaat bagi kita (manusia). Kertas, minyak kelapa sawit, kayu untuk bangunan, dan hasil hutan lainnya yang dapat bermanfaat bagi manusia.

            Tapi apakah kita tidak sadar bila dibalik semua itu ada yang dirugikan, ya.. binatang-binatang yang kebingungan mencari rumah baru.
.
            Tak hanya didarat, begitu pula dengan laut kita yang menyimpan kecatikan bak surga dunia.
            Tapi kembali rusak karena sampah yang terbawa ke laut dan juga rusaknya terumbu karang karena beberapa hal. Selayaknya hewan-hewan didarat, ikan-ikan dan hewan laut lainnya pun turut kehilangan rumahnya.

            Gwa gak tahu pasti apa yang membuat alam ini menjadi berubah dan rusak. Mungkin karena nafsu manusia untuk mencari kekayaan sebesar dan sebanyak-banyaknya? Atau mungkin memang karena kebutuhan yang terus meningkat karena petumbuhan jumlah penduduk yang turut meningkat? Entahlah..

            Intinya.. manusia hidup dibumi ini tak sendiri, masih ada hewan dan yang lain.. yang juga tinggal dibumi ini. Apa salahnya bila kita tetap berbagi hak tinggal kepada meraka.. jangan serakah mungkin jadi salah satu caranya. Keseimbangan alam juga penting bagi manusia, karena kita masih memiliki anak dan cucu yang akan menjadi generasi dimasa depan.

Wednesday, October 24, 2018

Sabtu-Minggu Untuk Dirimu bagian kedua


            Sabtu, 19 Agustus 2017

            Hari ini gwa akan ke Cibubur, bareng temen-temen purna Jambore Nasional. Katanya mereka penasaran sama Rainas sekaligus ingin bernostalgia ke Jamnas setahun lalu yang diselenggarakan di lokasi yang sama. Kalo gwa sih cuma mau ketemu Dhea, teman putri yang bikin gwa penasaran.
            Gwa sendiri bingung kenapa gwa bisa penasaran sama Dhea. Berawal kenal di grup purna jamnas, hingga akrab sampai sekarang. Cuma begitu saja pertemanan kita, tak ada yang berbeda dengan layaknya pertemanan biasanya. Bahkan dari kamis lalu gwa sudah terbayang-bayang dengan wajahnya tiap kali gwa mau tidur. Mungkin kah ini yang dibilang jatuh cinta? Hmm….
            Berkumpul di Stasiun Cawang, lalu melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Univ. Indonesia. Dari Stasiun “kampus kuning” kami melanjutkan perjalanan menggunakan taksi berbasis daring. Sampai di Buperta sektiar jam 14.30, Dhea yang sedang kegiatan wisata keluar perkemahan sepertinya belum pulang. Gwa chat  gak di bales, handphone-nya lowbatt kayaknya.
            Sampai mentari menghilang pun gwa masih menunggu Dhea, teman-teman gwa yang lain sudah mengeluh untuk pulang. Tapi gwa selalu meminta untuk mereka sabar sebentar karena gwa yakin bahwa hari ini gwa akan bertemu dengan Dhea, teman putri yang membuat gwa begitu penasaran. Sampai akhinrya gwa galau, pulang atau tidak? Menginap untuk mencari Dhea atau pulang bersama teman-teman dan hari esok kembali ke perkemahan untuk mencari si Dhea kembali. Jika menginap, gwa gak membawa baju ganti selain itu batrai handphone gwa juga sudah menipis. Seandainya pulang, menjadi sia-sia hari ini karena gwa gak berhasil bertemu dengan Dhea.
            Sekitar pukul 20.00 gwa memutuskan untuk kembali pulang bersama temen-temen purna jamnas. Ketika di dalam taksi online, Tika melihat seseorang yang ia anggap Dhea.
            “Jak itu Dhea bukan?”
            “ bentar…” jawab gwa sambil mengamati seorang perempuan yang sedang mendorong sepeda dari dalam mobil yang sedang berjalan.
            “iyaaa itu Dhea!!!” lanjut gwa dengan nada yang begitu senang.
            Satu mobil jadi heboh seketika, terutama gwa yang akhirnya bisa melihat Dhea walaupun dari balik kaca mobil. Sampai-sampai si supir melontarkan pertanyaan.
            “mau turun dulu dek? Emang itu siapa adek? Pacar?”
            “bukan pak, udah gapapa lanjut aja. Bisa ngeliat dia dari dalam mobil aja sudah senang. Besok aja saya ke sini lagi.”

            Minggu, 20 Juli 2017.

            “Lu mau ke buper gak jak? Ada Risat nih.. kalo mau dia tungguin” tanya si Dhea
            “oh yaudah, gwa otw”
            Gwa yang baru bangun jam 10.00 pun langsung mandi dan sarapan nasi uduk gwa berangkat kembali buperta. Berbeda dengan kemarin, hari ini gwa berangkat sendirian naik transjakarta. Gwa lupa, ini hari minggu.. alhasil gwa pun terjebak macetnya tol jagorawi. Hingga akhirnya gwa sampai di buperta jam 14.00, jadi bila dihitung-hitung lama perjalanan dari rumah gwa ke cibubur sekitar 1,5 – 2 jam. Hmmmm….
            Sampai buper gwa langsung menghubungi Risat. Ternyata mereka berdua lagi berteduh di bawah tenda di lapangan utama menghindari teriknya matahari yang cukup menyengat. Kali ini tak sulit bagi gwa mencari Dhea teman putri yang membuat gwa penasaran. Tapi entah kenapa saat gwa bertatap muka dengan Dhea, tak ada respon apa-apa dari diri gwa tak seperti semalam yang sampai-sampai membuat bingung sang supir.  Dhea yang sepertinya lapar mengajak kami makan. Tidak lama setelah makan Risat berpisah lebih dulu, katanya sudah dicariin sama ibunya. Gwa yang baru beberapa saat bertemu Dhea pun memutuskan untuk pulang agak sore.
            Gwa yang mau banget ikut kegiatan di rainas pun meminjam id card  Dhea dan juga tas yang ia kenakan. Karena tanpa memakai tas dan id card ia juga sudah dapat di ketahui sebagai peserta ’legal’. Upaya gwa pun membuahkan hasil, setidaknya gwa bisa mencicipi masakan dari berbagai penjuru nusantara dan juga mengikuti ragkai awal acara penutupan rainas.
            Saat festival kuliner nusantara gwa dan Dhea berbagi tugas. Terkadang Dhea yang antri dan gwa yang menunggu ataupun sebaliknya. Kadang kami berdua juga mencar untuk mendapatkan banyak jenis makanan yang ada. Makanan terenak versi kami berdua adalah pecel, minuman favorit kami adalah bir pletok dari Jakarta dan cemilan manis yang terbuat dari gula dan berbentuk kubus lalu diberi pewarna untuk mempercantiknya menjadi cemilan favorit gwa dan Dhea. Sedangkan nasi dengan sajian ikan goreng dan lauk-pauk dari salah satu provinsi di Sumatra menjadi makanan yang menurut kami berdua kurang disukai karena memiliki rasa yang cukup aneh. Ada juga jamu bawang hutan dari Kalimantan Utara yang mau pedas yang cukup menyengat dan juga rasa yang begitu pahit seperti bau rumput bila dicabut. Kami juga makan mie aceh, rujak bali dan banyak makanan dan juga minuman nusantara lainnya.
            Setelah itu gwa diajak Dhea untuk ikut acara konser musik dalam rangkaian awal penutupan rainas. Salah satu kegiatannya adalah pesta holi powder yang membuatan baju dan seluruh badan gwa kotor.
            Tak terasa mentari perlahan menghilang. Pakaian yang kotor membuat gwa mau tak mau mandi terlebih dulu di perkemahan, namun ternyata mandi tanpa sabun dan sampo tidak dapat menghilangkan 100% bubuk warna dirambut dan beberepa yang ada bagian tangan. Jadi percuma sudah gwa mandi, karena selain rambut yang masih kotor, baju dan celana juga berwarna karena bubuk tersebut.
            Festival kuliner nusantara dan juga pesta holi powder menjadi pengalaman yang mengesankan untuk gwa yang begitu penasaran dengan Dhea.
            Gwa yang ingin memiliki iket jawa barat dan juga ring berbentuk topeng khas Jabar pun merelakan topi jamnas gwa untuk ditukar dengan dua buah benda yang gwa inginkan. Tapi sayang sampai sekarang sudah setahun lewat rainas usai belum juga Dhea mengirimkan barang yang gwa inginkan.
            Dan kini gwa sadar, ternyata bukan jatuh cinta yang membuat gwa terbayang-bayang si Dhea melainkan rasa persahabatan yang begitu dekat diantara kami sehingga membuat rasa cinta pun tak ada apa-apanya.
            Ah… ngomong apasih gwa ini. Abaikan sajalah. Itu adalah cerita pengalaman gwa mengenai pertemanan gwa dengan teman-teman yang ada diberbegai penjuru nusantara. Semoga nanti gwa juga bisa bertemu dengan temen-temen yang lainnya ya… Salam kangen dari gwa, semoga dilain waktu kita akan bertemu kembali.
© KATABANGJAKA