Saturday, July 07, 2018

Cerita Mas Joko – Tidak Ada Yang Sempurna


            Nah… cerita kali ini gwa dapatkan di hari yang sama tapi di tempat dan waktu yang berbeda. Ketika di transjakarta, gwa melihat ada seorang anak yang mungkin usianya 15/16 tahun. Duduk dibangku prioritas yang sebenarnya diperuntukan untuk penyandang disabilitas, ibu hamil, lansia dan orang yang membawa balita. Dengan kaki kiri yang diselonjorkan, kaki kanan diangkat ke kaca transjakarta, dan earphone yang memutar sebuah lagu.
            Sebenarnya gwa udah mulai curiga ketika gwa masuk transjakarta itu. Saat pintu terbuka, gwa sudah disambut dengan jeritan “Aw..” yang cukup terdengar. Mulai dari situlah gwa, memperhatikan setiap tingkah laku si anak itu. Tingkah laku yang tak biasa gwa lihat pada anak seusianya mulai membuat gwa penasaran. Dari menirukan berbagai suara karakter animasi, berbicara dengan banyak bahasa, terutama lancarnya dia berbahasa inggris, tapi kenapa dia selalu mengulang jeritan “Aw..” sambil memperagakan seolah mencabut rabut dikepalanya dan juga kegelisahan yang tampak dalam tiap geraknya.
Karena penasaran yang cukup tinggi, akhirnya gwa menanyakan tentang autisme kepada mbah gugel. Ternyata ada beberapa hal yang sama dengan dirinya. Seperti perilaku yang suka mengulang gerakan dan perkataan, lalu gejala umum yang merupakan kegelisahan, perubahan suara. Selain itu, kebanyakan penderita austime ternyata berusia 3-5 tahun, 6-13 tahun, 14-18 tahun, 19-40 tahun, 41-60 tahun. Dan mayoritas penderitanya adalah laki-laki.
Akhirnya sang anak tersebut turun di halte sarinah, dan dari situlah gwa sudah tak memperhatikan tiap geraknya lagi. Sebenarnya, gwa juga tidak terlalu yakin jika sang anak merupakan penderita autisme, karena dari banyak contoh gejala tak semuanya ia miliki. Selain itu, gwa juga bukan dokter yang bisa meyakinkan apakah sang anak memang benar menderita autisme. Tapi kalo temen-temen penasaran dengan apa itu autisme, kalian bisa cari aja di google ataupun melihat tingkah perilakunya di youtube.
But, yang sebenarnya gwa mau bahas bukanlah tentang autisme secara mendalam. Dari kejadian tadi, gwa berfikir bahwa orang-orang memiliki kekurangan seperti autisme ternyata mempunyai kelebihan yang tidak banyak orang normal miliki.

Cerita Mas Joko - Ngomongin Pendidikan


Gwa bukan orang yang ahli dalam dunia pendidikan. Gwa bukan guru, gwa bukan menteri kemendikbud, gwa bukan pengamat pendidikan. Tapi terkadang dalam otak gwa kerap terlintas mengenai keresahan atau sesuatu yang janggal dalam dunia pendidikan di Indonesia dari pandangan gwa. Seperti…
            Kemarin gwa melihat sebuah acara lomba tari tradisional Indonesia yang diselengarakan  di salah satu kantor walikota di Jakarta. Mayoritas peserta dari tiap kelompok adalah anak-anak usia 6-12 tahun. Namun, gwa terheran ketika sebuah bintang tamu yang mengisi acara membawakan lagu yang bertemakan percintaan. Oh my god… Gwa berfikir.. kenapa lagu yang dibawakan bertema percintaan? Jelas tak sejalur dengan tema perlombaan yang kental dengan nuansa nusantara dan tradisional. Kenapa tidak menyanyikan lagu daerah? Atau lagu-lagu betawi jaman dulu, sehingga anak-anak kecil itu bisa mengenal lebih jauh mengenai budayanya walaupun hanya sebatas dalam dunia musik. Jangan sampai sepuluh hingga dua puluh tahun yang akan datang, anak anak muda Indonesia tidak tahu lagi tentang lagu lagu dari daerahnya.
            Selain itu, menurut gwa. Anak-anak tersebut secara tidak langsung “diracuni” dengan dunia percintaan yang seharusnya menurut gwa, tak pantas untuk anak-anak berumur 6-12 tahun.
            Mungkin menurut kalian ini bukanlah hal yang penting. Tapi sadar atau tidak, hal seperti itu membuat anak-anak jadi bertingkah yang tak selayaknya anak-anak lakukan. Apalagi ditambah dengan tayangan televisi yang tidak berkualitas. Wajar lah jika banyak anak sd yang menjalin hubungan asmara lalu mengumbarnya ke dunia maya dan kasus seksual yang terjadi pada anak-anak usia remaja.
            Jika negara ingin maju, tentunya majukan juga dunia pendidikannya. Agar kualitas dari anak-anak bangsa juga maju. Revolusi mental dengan menanamkan pendidikan berkarakter dalam sekolah tentu hal yang sangat baik. Tapi lebih baik juga sektor penunjang yang lain ikut membantu dalam kemajuan pendidikan Indonesia.
© KATABANGJAKA