Sejak
kecil mungkin kita sering diberitahu perihal pentingnya sopan satun. Pada pendidikan
taman kanak-kanak bu guru juga terus menerus memberikan pengetahuan dan
pembelajaran mengenai sopan satun atau pun tata krama, berlanjut pula ke
jenjang sekolah dasar. Bahkan saya atau mungkin kalian bosan mendengar ocehan
tetang nilai-nilai sopan satun.
Pagi
ini, gwa dapat pelajaran berharga sekaligus bertanya dalam hati.
Gwa
sedang memainkan pulpen sambil berpikir mengenai sebuah rencana membuat cerita
pendek. Handphone gwa taruh persis di
samping buku sebagai media gwa menulis semua rencana.
“assalamualaikum…
bok, bok..” suara tamu memanggil nenek gwa dari depan pintu rumah. Oh iya, kenapa
nenek gwa dipanggil ”bok”? itu semacam panggilan untuk perempuan yang lebih
tua, seperti “bu” mungkin… gwa juga gak tau pasti.
Gwa
yang mendengar pun segera mungkin keluar dan menghampiri sang tamu “Ya… Ada
apa? Nenek ada di dalem”. Tetapi tanpa basa-basi dan seakan menghiraukan
keberadaan gwa, beliau langsung masuk begitu saja ke dalam rumah dan bertemu
nenek gwa. Tak lama kemudia sang tamu kembali pergi tak tau kemana.
Sadar
jikalau sedang berpuasa, gwa pun menahan rasa dongkol di hati. Musabab beliau
seperti tak menghormati tuan rumah walaupun lebih tua ia usia nya dibandingkan
dengan gwa. Tapi bukankah itu sopan satun? Yang telah diajakarkan sejak kecil.
Apakah
beliau tidak mengajarkan sopan satun kepada anaknya? Atau jangan-jangan hanya
mengajarkan tanpa mencontohkan dan menerapkannya dalam kehidupannya
sehari-hari?
Pantas saja
jikalau masih banyak sampah berserakan di jalan. Sopan satun dan tata krama
yang diajarkan sedari kecil saja hanya dianggap pengetahuan yang perlu diterima
kuping kanan, lalu dikeluarkan melalui kuping kiri. Padahal itukan salah satu
fundamental karakter kepribadian. Apalagi pengetahuan “buang sampah pada
tempatnya”.
Jikalau teman-teman
membaca tulisan ini dan di kemudian hari menjadi seorang orang tua atau pun
guru. Tolonglah, selain kita mengajarkan berbagai pengetahuan terhadap
anak/murid, kita juga perlu dan harus mencontohkannya/menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Maaf jika
tulisan ini “sok” bijak dan tidak sebagus tulisan orang-orang intelek yang
mengerti kaidah penulisan yang benar. Karena bukan rangkaian katanya yang perlu
di nilai dan di serap melainkan pesan dibalik pengalaman menjengkelkan di pagi
hari ini yang perlu kalian serap dan terima lalu dijalankan bukan sekedar
dibaca.
No comments
Post a Comment