Sudah lama
tak mengungkapkan isi pikiran juga hati menjadi tulisan yang kemudian saya
unggah ke blog. Maklum lah sedang fokus persiapan berbagai ujian termasuk ujian
hidup. Hehehe.. itu sekedar dalih kemalasan saja. Walaupun memang benar
beberapa bulan terakhir saya sibuk memulai persiapan ujian, yang sebenarnya
dapat dikatakan sangat terlambat karena harus mengerjar ketertinggal dari awal
pelajaran SMA.
Tapi yang
saya ingin ceritakan kali ini bukan tentang ujian atau persekolahan, tapi
impian setelah lulus sekolah dasar. Ya SMA bagi saya adalah dasar, karena saya
masih menyerap banyak berbagai ilmu. Dan nanti setelah lulus baru lah saya
menekuni suatu ilmu untuk keperluan kerja juga pengetahuan umum yang harus saya
miliki.
Ketika
malam minggu, mungkin banyak rekan seumur saya menghabiskan waktu bersama
teman-teman atau pacar, saya malah memelih menyegarkan pikiran dengan ikut
kumpul bareng beberapa teman ayah. Kebetulan ada salah satu dari mereka yang
memiliki pengalaman tinggal dan berkerja di Eropa. Saya juga tidak tahu lebih
sih tentangnya, ini hanya rangkuman apa yang saya tangkap dari percakapan tadi.
Ia tinggal
di Austria dan berkerja sebagai jurnalis, kalau saya tidak salah. Tapi intinya
ia tinggal di Eropa. Nah hal pertama yang saya ingin ceritakan adalah mengenai
permasalah sepak bola dan supporter.
Beberapa
tahun belakang, mungkin satu dekade ke belakang ini di Indonesia marak pakaian ‘casual’ dengan barang branded yang
dikenakan oleh banyak supporter bola di Indonesia. Ia mengatakan jika tren
tersebut aneh dan tidka pantas untuk digunakan di Indonesia. Sebab, pakaian
tebal dan tertutup (celana jeans dan jaket) digunakan pada saat musim dingin
yang mana memang waktu bergulirnya liga. Namun ketika summer orang-orang Eropa malah mengenakan celana pendek dan kaos
tipis bahkan sendal jepit ketika keluar rumah termasuk menonton pertandingan
sepak bola. Maka alasan dari penggunaan pakaian ‘casual’ karena temperatur suhu yang dingin, berbanding terbalik
dengan kondisi di Indonesia yang cukup panas serta lembap. Dan kenapa bisa
salah kaprah seperti itu diantaranya disebabkan oleh promosi yang dilakukan
oleh promotor liga memang sesuai dengan kondisi musim dingin. Maka wajar saja
banyak dari kita yang salah tangkap mengenai pakaian ‘casual’.
Selain itu
pakaian ‘casual’ di Eropa awalnya
untuk mengelabui aparat keaman agar tidak terkena razia supporter yang
disebabkan pencegahan bentrokan antar supporter. Bukan untuk gaya atau apapun. Sebab
jika salah satu supporter memakai pakaian ciri khas dari klub kebanggaan maka
polisi lebih mudah untuk mengawasinya. Maka dari itu mereka memilih kostum lain
agar tidak diawasi oleh polisi. Analoginya mungkin seperti ini. Ada dua
supporter rivalitas, suatu saat salah satu supporter akan tandang ke kandang
dari rival-nya tersebut. Maka agar tidak ketahuan mereka pun akhirnya
menggunakan ‘batik’ supaya dikira bukan supporter. Tapi tren tersebut sudah
berlangsung beberapa tahun yang lalu.
Malah katanya,
di Eropa sekarang tak banyak lagi yang berpakaian ‘casual’ sebab supporter anarkis dan rasis sudah melekat di balik
kata ‘casual’. Maka dari itu tak
heran jika ada seseorang yang berapakaian ’casual’
malah babak belur dihakimi bahkan diamankan oleh aparat keamanan.
Tapi pertanyaan
timbul dibalik itu semua. Tren pakaian ‘casual’
memiliki berbagai atribut dengan harga yang tak murah. Tapi bagaimana dan apa
yang ada dipikiran mereka hingga bisa membeli berbagai barang branded yang bisa menyentuh harga diatah
satu juta rupiah? Apalagi mereka yang tak memiliki pekerjaan. Bukan mengucilkan
atau bagaimana, tapi hal tersebut menarik untuk digali. Karena serupa tapi tak
sama dengan ribuan supporter yang terus menerus mendukung tiap pertandingan
kandang atau bahkan tandang, tapi tidak memiliki pekerjaan tetap. Bagaimana bisa?
Menarik bukan? Benar pepatah yang mengatakan “cinta melumpuhkan logika”. Salut untuk
mereka yang supportif, atraktif serta fanatik.
Yang kedua
adalah advertising atau promosi dari
suatu pariwisata. Ia mengatakan jika Paris, Prancis tak seindah dan tak sebaik
ekspetasi yang kita lihat dari berbagai iklan mengenai kota cinta dari benua
biru. Memang cantik sih, bagus.. tapi tidak sebagus kota-kota lain di Eropa.
Serta ada
beberapa rangkaian cerita lainnya tentang benua biru. Termasuk dari sisi tata
kota yang rapih dengan sistem tata kota yang sudah terintegrasi dengan berbagai
layanan publik bahkan hingga lintas negara Eropa. Hal tersebut membuat saya
membuka mata dan pikiran sekaligus menitih impian untuk mengelilingi Eropa
serta dapat merasakan tinggal di Eropa suatu saat nanti.
Tapi yang
saya tatap sekarang adalah ujian di depan mata. Mulai dari ujian sekolah, ujian
nasional, ujian masuk perguruan tinggi dan lain sebagainya. Setelahnya baru
kejar mimpi yang sesungguhnya.
Oh iya..
mungkin juga tidak ada pesan menarik sih dari cerita ini, karena memang saya
hanya ingin berbagi cerita saja sudah lama tak berkunjung ke blog sendiri. Hehehe...
semoga gak ada yang tersinggung dari rangkuman cerita di atas ya, sebab semua
itu fakta hanya saja kita belum bisa menerima fakta tersebut dikarenakan
bedanya budaya. Maka dari itu saya coba bercerita dan berbagi pengetahuan agar
kita sama sama belajar.
No comments
Post a Comment