Sunday, January 05, 2020

Rangkuman Diskusi Malam


Sudah lama tak mengungkapkan isi pikiran juga hati menjadi tulisan yang kemudian saya unggah ke blog. Maklum lah sedang fokus persiapan berbagai ujian termasuk ujian hidup. Hehehe.. itu sekedar dalih kemalasan saja. Walaupun memang benar beberapa bulan terakhir saya sibuk memulai persiapan ujian, yang sebenarnya dapat dikatakan sangat terlambat karena harus mengerjar ketertinggal dari awal pelajaran SMA.
Tapi yang saya ingin ceritakan kali ini bukan tentang ujian atau persekolahan, tapi impian setelah lulus sekolah dasar. Ya SMA bagi saya adalah dasar, karena saya masih menyerap banyak berbagai ilmu. Dan nanti setelah lulus baru lah saya menekuni suatu ilmu untuk keperluan kerja juga pengetahuan umum yang harus saya miliki.
Ketika malam minggu, mungkin banyak rekan seumur saya menghabiskan waktu bersama teman-teman atau pacar, saya malah memelih menyegarkan pikiran dengan ikut kumpul bareng beberapa teman ayah. Kebetulan ada salah satu dari mereka yang memiliki pengalaman tinggal dan berkerja di Eropa. Saya juga tidak tahu lebih sih tentangnya, ini hanya rangkuman apa yang saya tangkap dari percakapan tadi.
Ia tinggal di Austria dan berkerja sebagai jurnalis, kalau saya tidak salah. Tapi intinya ia tinggal di Eropa. Nah hal pertama yang saya ingin ceritakan adalah mengenai permasalah sepak bola dan supporter.
Beberapa tahun belakang, mungkin satu dekade ke belakang ini di Indonesia marak pakaian ‘casual’ dengan barang branded yang dikenakan oleh banyak supporter bola di Indonesia. Ia mengatakan jika tren tersebut aneh dan tidka pantas untuk digunakan di Indonesia. Sebab, pakaian tebal dan tertutup (celana jeans dan jaket) digunakan pada saat musim dingin yang mana memang waktu bergulirnya liga. Namun ketika summer orang-orang Eropa malah mengenakan celana pendek dan kaos tipis bahkan sendal jepit ketika keluar rumah termasuk menonton pertandingan sepak bola. Maka alasan dari penggunaan pakaian ‘casual’ karena temperatur suhu yang dingin, berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia yang cukup panas serta lembap. Dan kenapa bisa salah kaprah seperti itu diantaranya disebabkan oleh promosi yang dilakukan oleh promotor liga memang sesuai dengan kondisi musim dingin. Maka wajar saja banyak dari kita yang salah tangkap mengenai pakaian ‘casual’.
Selain itu pakaian ‘casual’ di Eropa awalnya untuk mengelabui aparat keaman agar tidak terkena razia supporter yang disebabkan pencegahan bentrokan antar supporter. Bukan untuk gaya atau apapun. Sebab jika salah satu supporter memakai pakaian ciri khas dari klub kebanggaan maka polisi lebih mudah untuk mengawasinya. Maka dari itu mereka memilih kostum lain agar tidak diawasi oleh polisi. Analoginya mungkin seperti ini. Ada dua supporter rivalitas, suatu saat salah satu supporter akan tandang ke kandang dari rival-nya tersebut. Maka agar tidak ketahuan mereka pun akhirnya menggunakan ‘batik’ supaya dikira bukan supporter. Tapi tren tersebut sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu.
Malah katanya, di Eropa sekarang tak banyak lagi yang berpakaian ‘casual’ sebab supporter anarkis dan rasis sudah melekat di balik kata ‘casual’. Maka dari itu tak heran jika ada seseorang yang berapakaian ’casual’ malah babak belur dihakimi bahkan diamankan oleh aparat keamanan.
Tapi pertanyaan timbul dibalik itu semua. Tren pakaian ‘casual’ memiliki berbagai atribut dengan harga yang tak murah. Tapi bagaimana dan apa yang ada dipikiran mereka hingga bisa membeli berbagai barang branded yang bisa menyentuh harga diatah satu juta rupiah? Apalagi mereka yang tak memiliki pekerjaan. Bukan mengucilkan atau bagaimana, tapi hal tersebut menarik untuk digali. Karena serupa tapi tak sama dengan ribuan supporter yang terus menerus mendukung tiap pertandingan kandang atau bahkan tandang, tapi tidak memiliki pekerjaan tetap. Bagaimana bisa? Menarik bukan? Benar pepatah yang mengatakan “cinta melumpuhkan logika”. Salut untuk mereka yang supportif, atraktif serta fanatik.
Yang kedua adalah advertising atau promosi dari suatu pariwisata. Ia mengatakan jika Paris, Prancis tak seindah dan tak sebaik ekspetasi yang kita lihat dari berbagai iklan mengenai kota cinta dari benua biru. Memang cantik sih, bagus.. tapi tidak sebagus kota-kota lain di Eropa.
Serta ada beberapa rangkaian cerita lainnya tentang benua biru. Termasuk dari sisi tata kota yang rapih dengan sistem tata kota yang sudah terintegrasi dengan berbagai layanan publik bahkan hingga lintas negara Eropa. Hal tersebut membuat saya membuka mata dan pikiran sekaligus menitih impian untuk mengelilingi Eropa serta dapat merasakan tinggal di Eropa suatu saat nanti.
Tapi yang saya tatap sekarang adalah ujian di depan mata. Mulai dari ujian sekolah, ujian nasional, ujian masuk perguruan tinggi dan lain sebagainya. Setelahnya baru kejar mimpi yang sesungguhnya.
Oh iya.. mungkin juga tidak ada pesan menarik sih dari cerita ini, karena memang saya hanya ingin berbagi cerita saja sudah lama tak berkunjung ke blog sendiri. Hehehe... semoga gak ada yang tersinggung dari rangkuman cerita di atas ya, sebab semua itu fakta hanya saja kita belum bisa menerima fakta tersebut dikarenakan bedanya budaya. Maka dari itu saya coba bercerita dan berbagi pengetahuan agar kita sama sama belajar.

No comments

© KATABANGJAKA