Masa senja perkuliahan adalah hal yang paling tidak mengenakan. Bingung dan cemas bagai nahkoda kehilangan arah di tengah lautan. Iri melihat teman yang mulai sukses dalam karir dan hubungan dengan pasangannya yang terlihat harmonis. Sedangkan gwa, masih belum ada habisnya berkutat dengan skripsi.
Udah beberapa
hari ini gwa berhenti sejenak ngerjain skripsi. Padahal, banyak dari teman-teman
gwa yang lain sudah ujian proposal bahkan tamat kuliah. Gwa berusaha untuk tidak fear of
missing out (FOMO) dengan orang lain. Gwa gak mau
tergesa-gesa karena ini kesempatan emas yang gwa dapatkan. Gwa masih mau gali
lebih dalam lagi akan ilmu yang ada. Kasarnya, gwa masih bodoh. Padahal, bisa
aja gwa kerjain skripsi itu ala kadarnya. Gwa gak mau menyia-nyiakan waktu gwa
kuliah selama ini.
Di samping itu, ada
sejuta pertanyaan di dalam benak gwa soal masa depan. Sesederhana, mau jadi apa
gwa nantinya? Pertanyaan yang udah muncul sejak gwa diterima kuliah. Kalau
ditanya dan diminta jawabannya saat ini juga, gwa mau coba jadi pegawai negeri dibidang akademik gwa – kesejarahan. Kalo ditanya lebih spesifik
lagi, apa? Yang langsung terlintas hanya arsiparis.
Kenapa? Karena
gwa gak terbayang kedepannya akan seperti apa. Gwa kira, perlu pemsukan yang
pasti setiap bulannya. Kan bisa di swasta(?) tapi itu tidak bisa menjamin juga berapa
lama lu dikontrak dan persaingan di dalam dunia kerjanya, sependek pengetahuan
gwa, rasanya lebih keras. Mungkin antara pegawai negeri dan pegawai swasta emang
gak beda jauh sih itung-itungan antara peluang dan risikonya. Entah lah, gwa gak
mau ambil risiko yang besar.
Dengan tidak adanya kepastian akan masa depan, gwa juga gak berani untuk ajak anak orang ikut bertaruh bersama. ”Santai aja, masih terlalu jauh buat mikir ke sana”. Ya memang masih jauh tapi yang perlu diingat juga, ada banyak hal lain yang juga harus gwa kejar. Gwa berusaha untuk mengimbangkan banyak hal itu. Ya walaupun sekarang gwa lagi fokus dulu skripsian sih.
Inilah keresahan gwa belakangan ini. Mungkin karena gwa ngerasa ada tanggung jawab sebagai anak sulung dengan segala itung-itungannya – yang entah benar dan salah. Gwa gak mau meromantisasi keresahan itu dengan kegalauan. Gwa coba tenangin diri dan berpikir menggunakan kepala dingin. Mungkin, memang inilah fase yang harus gwa lewati saat ini. Mungkin, ini yang disebut fase quarter life crisis(?).
No comments
Post a Comment