Di
tengah hangatnya suhu perpolitikan nasional pada masa kampanye Pemilu 2024.
Timnas Indonesia mencuri perhatian masyarakat melalui penampilannya pada Piala
Asia 2023 di Qatar. Tidak hanya pecinta sepakbola, masyarakat awam pun
memperhatikan timnas Indonesia
Setelah tujuh belas tahun lalu,
terakhir kali timnas Indonesia pentas dalam gelaran Piala Asia dengan status
sebagai tuan rumah bersama Malaysia, Vietnam dan Thailand. Sebelumnya, timnas
Indonesia juga sempat beberapa kali tampil di Piala Asia antara lain tahun 1996
di Uni Emirat Arab, tahun 2000 di Lebanon, dan tahun 2004 di Cina. Akhirnya,
timnas Indonesia kembali ambil bagian dalam Piala Asia 2023 di Qatar. Sejarah pun tercipta dengan lolosnya timnas Indonesia
ke babak gugur Piala Asia 2023 dengan status salah satu peringkat 3 terbaik.
Kembali tampilnya timnas Indonesia dalam Piala Asia tentu
menjadi hal yang menarik perhatian sebagian besar masyarakat, bahkan mereka
yang tidak begitu mengikuti perkembangan sepakbola Indonesia. Lantas, mengapa
demikian?
Tampilnya timnas Indonesia di kancah Asia bukan semata
persoalan sepakbola antara sebelas lawan sebelas. Lebih dari itu, juga menjadi
representasi/ simbol dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu, nasionalisme turut
melatarbelakangi semangat baik para punggawa timnas Indonesia maupun suporter
sebagai pemain kedua belas. Tidak hanya mereka yang maniak akan sepakbola, tapi
juga masyarakat awam yang mungkin sama sekali tidak paham sepakbola pun turut
menyemarakan penampilan timnas Indonesia.
Sepakbola memang mengandung emosi dan fanatisme yang
kemudian melebar pada nasionalisme. Olahraga termasuk sepakbola telah dimanfaatkan
oleh Presiden Sukarno untuk meningkatkan citra politik luar negeri Indonesia
sekaligus sarana pembangunan karakter bangsa Indonesia dalam proses national
building. Sepakbola dan politik Sukarno tampak saling melengkapi satu sama
lain.
Bahkan bila berbicara soal nasionalisme dalam sepakbola,
sebenarnya sudah nampak pada masa kolonial Hindia Belanda. Ketika
perkumpulan-perkumpulan sepakbola kaum Bumiputera berdiri menandingi
perkumpulan-perkumpulan sepakbola orang-orang Belanda-Eropa dan keturunan Tionghoa.
Hingga berlanjut mendirikan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI)
sebagai asosiasi perkumpulan sepakbola kaum Bumiputera. Dengan begitu, sepakbola
turut menjadi salah satu alat perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui upaya
nasioanlisasi sepakbola. Hal itu pun dapat mematahkan anggapan bahwa sepakbola dan
olahraga secara umum dapat disahkan dari politik.
Referensi:
Aji, R. B. (2012).
Nasionalisme dalam Sepak Bola Indonesia Tahun 1950-1965. Lembaran Sejarah, 10(2), 135-148.
Ardiyanto, E. D. (2023). Perjuangan Bumiputera Melalui
Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) Di Jawa Tahun 1930-1942. Journal of Indonesian History, 11(1), 85-98.
Ichsan, A. C. (2004). Gentlement's Agreement 15 Januari 1937 antar NIVU (Nederlandsch Indische Voetbal Unie) dengan PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia). Depok: Skripsi UI.
No comments
Post a Comment