Dipandang secara historis, Sunda Kelapa atau Bandar Jakarta merupakan kota pelabuhan yang memiliki peranan penting dari masa ke masa karena digunakan sebagai bandar perniagaan. Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di pesisir utara Pulau Jawa dengan karakteristik perairan yang cukup tenang karena adanya Kepulauan Seribu yang menahan ombak besar selama musim muson barat. Kemudian, Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Salak yang berada tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa digunakan sebagai seamarks oleh para pelaut masa lalu untuk berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Menurut Tome Pires, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan utama di sebelah barat Pulau Jawa yang dikelola dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya manajemen perekonomian serta adanya lembaga peradilan.
Dalam perspektif sejarah, intensitas lalu lintas transportasi mencerminkan tingkat perkembangan atau kemunduran suatu Pelabuhan yang kemudian dapat menjadi indikator tingkat kemakmuran dari penduduk suatu wilayah. Sejak lama, lalu lintas perdangan Indonesia yang ramai didatangi oleh para pedangang asing seperti dari India, Cina, Timur Tengah, Siam, Eropa dan wilayah lainnya mengakibatkan berkembangnya kota-kota pelabuhan yang bersifat internasional seperti Samudra Pasai, Sunda Kelapa, Cirebon, Semarang, Surabaya dan sebagainya. Karenanya, kota-kota pelabuhan tersebut dapat berkembang lebih dulu. Sebab adanya aktivitas perekonomian yang baik merupakan tanda suatu perkembangan dan kemajuan kehidupan masyarakatnya.
Pada masa Kerajaan Tarumanegara,
wilayah Sunda Kelapa sudah cukup berkembang. Apalagi setelah dijadikan pusat bandar niaga pada
masa Kerajaan Sunda. Ketika dominansi Kesultanan Islam semakin
berkembang, Kerajaan Sunda meminta bantuan kepada Portugis untuk menahan
ekspansi Islam dengan memberikan
konsensi dan kompensasi
ekonomik. Namun, pada akhirnya Sunda Kelapa dapat direbut oleh Kesultanan
Banten. Setelah itu, Sunda
Kelapa hanya menjadi pusat kedua bagi Kesultanan Banten sebelum akhirnya direbut oleh VOC.
Dalam catatan perjalanan Tome Pires,
Suma Oriental, dikatakan bahwa Sunda Kelapa pada awal abad ke-16 merupakan pelabuhan yang penting di bawah kekuasaan
Kerajaan Sunda. Pelabuhan
Sunda Kelapa selain sebagai
major port juga berfungsi
sebagai collecting port serta distribution port.
Komoditi
utama yang diperdagangan melalui Pelabuhan Sunda Kelapa pada masa lalu antara lain lada, beras,
sayuran, dan berbagai bahan makanan lain yang berasal dari pedalaman Kerajaan Sunda.
Sedangkan komoditi impor yang masuk ke Pelabuhan Sunda Kelapa antara lain
berbagai jenis kain. Selain melayani perdangangan hasil pertanian, Pelabuhan
Sunda Kelapa juga melayani perdagangan budak yang umumnya berasal dari Kepulauan
Maladewa, Jawa dan Bali.
Pada
tahun 1991, Pemprov DKI
Jakarta kembali mengeluarkan kebijakan
terkait pelestarian warisan
budaya bahari yang berada di Kawasan Sunda Kelapa dan sekitarnya melalui Surat Keputusan Gubernur No.
1621/1991. Kebijakan tersebut
mengatur
tentang pembentukan susunan organisasi Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa
Jakarta, yang mencakup penyusunan
development plan Pelabuhan Sunda Kelapa dan pasar ikan, terciptanya
mekanisme kerjasama public private partnership, dan terbentuknya dan
berkembangnya pusat kerajinan dan kesenian bahari di Luar Batang, Pasar Ikan.
Dapat disimpulkan sudah sejak lama
Pelabuhan Sunda Kelapa memegang peranan penting dalam interaksi antar bangsa.
Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan adanya kegiatan perdagangan sebagai
bentuk aktivitas ekonomi maritim hingga Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi salah
satu pusat perdangang terpenting yang ada di Pulau Jawa.
No comments
Post a Comment