BAGI
anda yang pernah mengalami masa kecil di era 80an, sangat keterlaluan
kalau tidak kenal dengan sosok pendongeng yang bernama Hans Christian
Andersen. Cerita-cerita dongeng karangan beliau sangat merasuk di benak
anak-anak pada zaman itu. Apalagi cerita-cerita dongeng itu selalu
dikemas secara bergambar. Era 80an memang merupakan zaman keemasan bagi
cerita-cerita komik bergambar. Maklum saja di era tersebut di negeri
kita belum ada yang namanya internet. Bahkan saluran televisi hanya ‘one
& only’: TVRI .
Memang pada zaman itu bukan hanya dongeng-dongeng karya HC Andersen
saja yang beredar, masih ada komik Trigan, Tintin, dan lain-lain. Namun
tetap saja yang paling disukai adalah komiknya Andersen karena alur
ceritanya yang simpel dan akhir kisah yang selalu berujung happy ending.
Sayangnya, anak-anak sekarang kurang mengenal karya-karya Andersen.
Padahal cerita-cerita dongeng Andersen sangat melegenda walaupun
dikarang sejak lebih dari 150 tahun yang lalu. Nah, bagi anda yang ingin
mengenal sedikit tentang Hans Christian Andersen, berikut kisah asal-usulnya.
Biografi singkat H.C. Andersen
Hans Christian Andersen atau yang lebih populer disebut H.C. Andersen lahir pada 2 April 1805 di Odense, Denmark. Beliau
adalah pengarang dan penyair dari Denmark yang sangat terkenal dengan
cerita-cerita dongengnya di seluruh dunia. Diantara dongeng-dongeng dan
cerita pendeknya yang terkenal adalah The Snow Queen atau Putri Salju, The Little Mermaid atau Putri Duyung, The Emperor's New Clothes atau Baju Baru sang Raja dan The Ugly Duckling atau Itik Buruk Rupa.
H.C. Andersen lahir di kawasan kumuh kota Odense, Denmark bagian
selatan, pada 2 April 1805. Ayahnya, Hans Andersen adalah seorang
pembuat sepatu yang miskin dan buta huruf yang merasa dirinya masih
keturunan bangsawan. Sedangkan ibunya Anne Marie Andersdatter, bekerja
sebagai buruh cuci.
Walau besar dalam lingkungan yang miskin, sejak kecil Hans Christian
Andersen sudah mengenal berbagai cerita dongeng. Ia juga akrab dengan
pertunjukkan sandiwara. Kendati tak mengenal bangku sekolah dan percaya
takhayul, sang ibu yang membuat H.C Andersen berkenalan dengan
cerita-cerita Rakyat. Ayahnya seorang pencinta sastra dan kerap
mengajak H.C. Andersen menonton pertunjukkan sandiwara. Dalam
otobiografinya, The True Story of My Life yang terbit pada tahun
1846, H.C. Andersen menulis, "Ayah memuaskan semua dahagaku. Ia seolah
hidup hanya untukku. Setiap Minggu ia membuatkan gambar-gambar dan
membacakan cerita-cerita dongeng, hanya pada saat-saat seperti inilah
aku melihat dia begitu riang, karena sesungguhnya ia tak pernah bahagia
dalam kehidupannya sebagai seorang pengrajin sepatu". Pada tahun 1816
ayah H.C Andersen
meninggal. Sikap dan pengalaman dari orang tua itulah yang membuah H.C.
Andersen tertarik dengan dunia mainan, cerita, sandiwara termasuk karya
William Shakespeare.
Masa-masa sulit
Setelah sang ayah meninggal, H.C. Andersen yang belum lama mengenyam
pendidikan formal akhirnya bekerja serabutan di antaranya pernah bekerja
di sebuah pabrik rokok, menjadi penjahit dan bekerja sebagai penenun.
Ia juga pernah menjadi buruh kasar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada tahun 1819, ia pindah menuju ibu kota Denmark, Kopenhagen. Di sana
ia berharap untuk menjadi seorang aktor, penyanyi atau penari. Tiga
tahun di kota itu, ia menjalani kehidupan yang sulit.
Awalnya, Andersen sempat berhasil bergabung dengan Royal Theater. Tetapi
ketika suaranya berubah karena masa pubertas, ia terpaksa meninggalkan
panggung sandiwara. Andersen kemudian meninggalkan peran sebagai aktor
dan penyanyi. Ia merasa lebih tepat sebagai seorang penyair. Anderson
mencoba menjadi seorang penulis sandiwara. tetapi sayang, semua karyanya
ditolak dimana-mana.
Titik balik kehidupan
Pada masa-masa sulit itulah dia bertemu dengan Raja Denmark, Frederik
VI, yang tertarik dengan penampilan HC Andersen muda. Raja Frederick
kemudian mengirimkan Andersen untuk bersekolah. Berkat kebaikan raja,
Andersen berkesempatan mengenyam pendidikan di sebuah sekolah bahasa di
Slagelse dan Elsinore hingga 1927. Sebelum sekolah, ia sempat
menerbitkan jilid pertama karyanya yang berjudul The Gost at Palnatoke's Grave (1822).
Di bangku sekolah, Andersen termasuk siswa tertinggal, lagipula dia
menjalaninya dengan setengah hati. Menurutnya, kurun masa sekolah adalah
masa-masa gelap dan menyakitkan dalam hidupnya. Dia merasa sangat tidak
nyaman berada ditengah para siswa yang berusia enam tahun lebih muda
dari dirinya. Kepala sekolahnya yang bernama Meilsing, yang rumahnya
sempat ditempati Andersen, menyebut karakter pemuda ini sangat sensitf
dan sukar ditenggang.
Beruntung, setamat dari sekolah bahasa, Andersen melanjutkan studi ke
Universitas Kopenhagen. Salah seorang direktur Royal Theater, Jonas
Collin, mendesak dia untuk menjalani pendidikan sampai tamat dan dia
pula yang membiayai. Sambil kuliah, pada tahun 1828 Hans Christian
menulis kisah perjalanan yang berjudul Fodreise fra Holmens Kanal Til Ostpynten af Amager (Berjalan kaki dari Kanal Holmen ke Titik Timur Amager).
Kisah ini mendapat sambutan yang luar biasa. Andersen menggarap
ceritanya dengan meminjam gaya penulisan E.T.A Hoffmann seorang
pengarang roman asal Jerman. Sejak itu, puisinya yang berjudul The Dying Child
diterbitkan oleh sebuah jurnal sastra di Kopenhagen. Pada tahun 1829,
Royal Theater juga mementaskan drama musik karya Andersen.
Andersen juga menuangkan kisah pribadinya dalam kumpulan puisi berjudul Phantasier og Skisser
pada saat jatuh cinta pada Riborg Voigt. Sayang, cintanya tidak
bersambut, karena perempuan itu menikah dengan lelaki lain pada 1831.
Berkelana
Seperti dalam tokoh-tokoh kisah dongengnya, Hans Christian Andersen juga
sempat berkelana ke luar negeri. Hingga 1833, Raja Frederick VI
bersedia membiayai seluruh perjalanan Andersen ke Perancis, Swedia,
Spanyol, Portugal, Italia bahkan hingga Timur Tengah.
Berbagai kunjungan itu melahirkan setumpuk kisah perjalanan. Ketika melawat ke Paris, Andersen
bertemu dengan Victor Hugo, Alexandre Dumas, Heinrich Heine dan Balzac.
Di tengah perjalanan panjang ini pula, ia sempat menyelesaikan
penulisan Agnette and the Merman.
Pada awal 1835, novel pertama Andersen terbit dan meraih sukses besar.
Sepanjang 1835, ia meluncurkan tujuh cerita dongeng yang telah disusun
jauh sebelumnya.
Pengaruh karyanya di dunia kisah anak
Tak bisa disangkal, cerita-cerita dongeng Andersen memang berisi
pesan-pesan moral universal. Maka tidaklah mengherankan bila
karya-karyanya itu kemudian diterjemahkan tak kurang ke dalam 147 bahasa
di dunia. Buah tangannya pun tidak sebatas "pelajaran" untuk anak-anak
melainkan dibaca oleh orang dewasa di seluruh dunia. Meski terjemahan
karyanya baru muncul pertama kali dalam edisi bahasa Inggris pada 1846.
Bukan itu saja, H.C. Andersen disebut-sebut menanamkan banyak pengaruh
kepada para penulis cerita lainnya di Eropa. Sebut saja Charles Dickens,
pengarang Inggris yang terkenal dengan karya karya seperti A Christmas Carol in Prose, The Chimes, The Cricket on the Hearth, dan The Haunted Man and the Ghost's Bargain. Juga pada pengarang Eropa lainnya seperti William Thackeray, Oscar Wilde dan C.S Lewis.
Dalam kurun 1840 hingga 1857, Andersen kembali melawat ke sejumlah
negara Eropa, Turki, dan Afrika dan menuliskan kesan dalam buku-buku
yang menuliskan kisah perjalanannya. Pada tahun 1855, Andersen menulis
ulang memoarnya yang berjudul The Fairy Tale of My Life. Kisah hidup edisi ulang itulah yang hingga kini dinilai sebagai buku standar riwayat pendongeng legendaris ini.
Setelah berkelana lagi di Paris, Andersen
jatuh sakit pada musim semi 1872. Selama tiga tahun H.C. terbaring
tanpa daya di Rolighed dekat Kopenhagen. Pengarang legendaris ini
kemudian wafat pada 4 Agustus 1874. Ia dimakamkan di pemakaman khusus
Kopenhagen.
Sepanjang hayatnya, H.C Andersen tidak pernah menikah. Di
peristirahatannya yang terakhir, H.C. Andersen hanya ditemani oleh guru
sekaligus sahabatnya, Jonas Collin, yang dimakamkan bersebelahan
dengannya.
Dan Google pun mengenangnya
Selama hidupnya, Andersen selalu dijamu oleh kaum bangsawan dan dikenal
karena membawa kegembiraan kepada semua anak-anak di seluruh Eropa.
Cerita dongeng dan fantasinya telah diterjemahkan ke dalam 150 bahasa
dan terus dipublikasikan dalam jutaan copy ke seluruh dunia hingga saat
ini. Bahkan, pada 2 april 2010 lalu, salah satu raksasa dunia maya,
Google dalam rangka memperingati 205 tahun kelahiran H.C. Andersen memasang logo istimewa Google (Doodle) di mesin pencarinya!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments
Post a Comment