Monday, February 13, 2023

Belajar Hidup


        Awal tahun 2023, gwa bisa dibilang lumayan gak produktif banget jika dibandingkan tahun lalu. Gwa juga udah gak aktif di Akademika, kalo sekadar nulis sih masih cuma gak kayak tahun lalu yang hampir setiap hari main ke sekre. Mau daftar MBKM lagi tapi lumayan ribet, bukan karena prosedurnya tapi proses konversi nilai MBKM gwa sebelumnya yang gak kelar-kelar. Kalo itu karena gwa males direpotin dengan segala urusan prodi aja sih.
        Gak cuma itu, selama beberapa hari gwa sempet bener-bener stres dan ngerasa gak hidup karena semenjak udah gak ada wifi, udah gitu jaringan seluler gwa ilang-ilangan pula. Gimana gak stres kalo dari kecil gwa udah candu sama gawai yang selalu terhubung wifi. Mungkin itu juga yang buat gwa jadi susah interaksi sama orang sekitar karena selama ini jarang keluar rumah dan habisin banyak waktu buat berselancar di dunia maya.
        Singkat cerita, gwa mikir kalo kiranya gak bisa hidup seperti itu terus. Salah satu tujuan gwa kuliah di luar kota ya memang untuk jadi lebih mandiri dan banyak interaksi dengan orang-orang yang gwa jumpai. Walaupun sulit, gwa coba untuk merubah kebiasaan itu dan keluar dari zona nyaman. Langkah pertama, gwa membiasakan diri tanpa wifi dan kuota yang terbata. Untuk itu, gwa mulai baca buku lagi, itung-itung sekalian nambah ilmu juga. Kemudian, gwa harus pergi ke kampus untuk nikmatin wifi gratis yang ternyata lumayan lancar. Gwa juga masak dan bawa bekal nasi buat hemat pengeluaran karena perhitungan pengeluaran perbulan gwa bakal sedikit lebih besar karena harus beli kuota lebih banyak dan biaya bensin.
        Berikutnya, gwa coba untuk lebih banyak berinteraksi dengan orang-orang sekitar. Gwa coba ngobrol dengan orang-orang yang baru gwa kenal atau bahkan gak gwa kenal sama sekali. Minggu lalu, pipa saluran wastafel kamar kost gwa ternyata bocor. Gwa lapor ke bapak kost, lalu coba dibenerin oleh tukang yang biasa kerja di kost-an gwa. Setelah selesai, sambil nyeruput kopi, gwa coba ngobrol sama Pak Eddy, yang kebetulan juga asli Jakarta. Ia banyak cerita pengalaman hidupnya mulai dari bangku sekolah sampai saat ini.

Cerita Pak Eddy

        Dimulai dengan cerita masa STM yang kala itu ia hanya bawa satu buku tulis dengan pulpen yang disimpan di saku. Setelah lulus ia sempat bekerja di ekspedisi, Pak Eddy bercerita tentang bagaimana proses mengurus bea cukai barang impor yang ternyata sangat menjelimet. Setelah beberapa tahun kerja di ekspedisi, Pak Eddy memutuskan untuk resign karena permainan kotor ekspedisi barang impor sudah semakin sulit semenjak keberadaan KPK. Kemudian ia kerja di pabrik di kawasan Tanggerang, ia bercerita tentang kerasnya hidup dan sikut-sikutan dalam dunia kerja. Pak Eddy sempat sakit keras yang tidak jelas apa penyakitnya hingga “berobat” ke orang pintar, meski sebenarnya dirinya tak sepenuhnya percaya dengan hal-hal gaib. Katanya, ada rekan kerja yang iri terhadapnya sehingga mengirimkan “guna-guna” ke tubuhnya. Berutung kala itu ada teman-temannya yang lain yang mau membantunya. Setelah keadaan mulai membaik, ia memutuskan untuk ke pindah ke Bali.
        Pak Eddy pertama kali menginjakan kaki di Bali tahun 2014 silam. Salah satu alasan dirinya pindah ke Bali karena ia mau istrinya dekat dengan adiknya. Pak Eddy juga menceritakan tentang istrinya yang sejak umur 10 tahun sudah ditinggal orang tua dan terpisah dengan adik-adiknya. Mereka berdua pertama kali bertemu saat satu kost-kostan ketika Pak Eddy masih kerja di pabrik. Ia sempat mengira kalau istrinya adalah orang Ambon karena rambutnya yang keriting tapi ternyata asli Nusa Tenggara Timur. Setelah menikah, adik iparnya menawarkan pekerjaan di Bali di bidang kontraktor alat berat. Lagi-lagi, setelah beberapa tahun kerja, ia keluar dari pekerjaannya karena dianggap tidak jujur dalam bekerja. Pak Eddy menyanggahnya dengan berpendapat kalau sebenarnya ia hanya terseret masalah atasannya. Sebelumnya Pak Eddy juga sempat bercerita pengalaman yang menurut gwa cukup mengerikan, ketika mengerjakan sebauh proyek rumah di Jimbaran ia sempat dihampiri orang dengan membawa parang karena merasa terganggu dengan suara keras alat berat. Kini, Pak Eddy coba menikmati hidupnya dengan terus kerja sebagai pekerja bangunan(?). Baginya yang penting ada uang harian yang masuk. Ia tidak mau kerja dengan risiko yang bermacam-macam mengingat sudah berkeluarga. Menurutnya, sudah cukup ia merasakan jiwa mudanya dulu, sekarang ia hanya ingin selalu dikenal baik orang lain.
       Setelah segelas kopi dan beberapa batang rokok habis dihisapnya, ia kembali bergegas melanjutkan pengerjaan di kamar sebelah. Gwa sempat berpikir sejenak dan coba mengambil pelajaran dari cerita Pak Eddy. Hidup itu memang keras, banyak macam karakter orang di luar sana dan lu harus tau itu. Bukan berarti lu harus ‘keras’ tapi juga jangan terlalu lembek, lu harus pintar-pintar dalam menjalani hidup. Kalo kemarin gwa sempet ngerasa sulit dan stress karena gak bisa lagi nikmatin internet sepuasnya, ternyata masih banyak orang lain yang mungkin hidupnya lebih sulit dari gwa. Bisa dibilang hidup gwa masih beruntung banget. Lu harus bersyukur, jangan terlena dengan kenikmatan yang lu dapetin. Lu harus usaha keras. Dan yang terpenting, lu harus selalu baik ke siapapun. Itu sih beberapa hal yang coba gwa tangkap dari obrolan dengan Pak Eddy, mungkin masih banyak pelajaran lain yang bisa gwa dapetin dari dia dan orang lain.


No comments

© 2025 KATABANGJAKA